Skip to main content

Posts

Showing posts with the label Mountaineering

Destinasi Pilihan Ketika Pandemi Berakhir

Harusnya, Mei ini naik kereta ke Malang. Gara-gara Covid-19, gajadi deh Photo by  https://railpictures.net/viewphoto.php?id=587382 16 Maret 2020. Hari paling bersejarah di seumur hidup saya. Semua aktivitas dihentikan tiba-tiba. Sekolah diliburkan, tempat ibadah satu per satu ditutup, karyawan kantor mulai diharuskan bekerja dari rumah, hingga restoran-restoran yang tidak boleh disinggahi berjam-jam demi WiFi gratis dan hanya bisa dipesan dengan cara take away . Jaga jarak, katanya. Semua ini karena Covid-19, sebuah virus yang menyerang sistem pernapasan, yang tiba-tiba hadir dan mengacak-acak hampir seluruh dunia. Yang mudah sekali menular dan mematikan. Yang membuat kita harus rajin menjaga kebersihan dan membatasi diri untuk beraktivitas di luar. Yang membuat ribuan bus tidak bisa beroperasi dan hanya teronggok di lahan parkir berhektar-hektar. Yang membuat semua jadwal kereta dan penerbangan dihentikan. Yang juga menjadikan saya harus rela me- refund tiket PP Malang...

Tahun Ketiga Bekasi Summiter di Bukit Golf Cibodas

Tahun Ketiga Bekasi Summiter di Bukit Golf Cibodas Bekasi Summiter . Adalah sebuah wadah yang dibentuk untuk menaungi komunitas pendaki gunung dan pegiat alam bebas di Bekasi dan sekitarnya. Wadah ini sengaja dibentuk untuk ajang silaturahmi antar komunitas dengan ngopi-ngopi di Alun-alun Bekasi, membuat berbagai kegiatan bergengsi, dan sebagainya. Saya sendiri sudah 3 tahun bergabung dengan mereka, dan 9 November 2015 lalu merupakan hari jadi Bekasi Summiter yang ke-3. Iya, bukannya saya malas nulis, Cuma baru sempat saja. Hehehe. Apabila di Milad Bekasi Summiter yang pertama kami merayakannya di Papandayan , dan Milad kedua dirayakan di Jogjakarta bersamaan dengan Kopdar #InfoGunung, kali ini panitia Milad Bekasi Summiter yang ketiga memilih Bukit Golf Cibodas sebagai tempat perayaan, sekaligus mengenang memori selama tiga generasi. Kami berangkat Jum’at malam dan pulang di Minggu sorenya. Puas sekali, bukan? Nah, berikut kegiatan yang kami lakukan saat Anniversar...

Oleh-oleh dari Gunung Api Purba Nglanggeran

Oleh-oleh dari Gunung Api Purba Nglanggeran Ada salah satu alasan mengapa Jogja tak pernah terasa membosankan. Kotanya yang ramah, pantai selatannya yang memecah ombak, hingga barisan gunung-gunungnya yang seperti memanggil-manggil untuk didaki. Bagi saya, Jogja tidak akan pernah habis untuk dijelajahi. Apalagi hanya dalam waktu empat hari seperti liburan saya bersama Webpraktis ini. Ketika orang-orang berlomba untuk mendaki Puncak Merapi, ataupun sekadar selfie di Sabana Merbabu, kali ini saya tak berminat sama sekali. Menapakkan kaki di Jogjakarta saja sudah bikin menyayat hati, apalagi kalau harus ditambah mendaki kedua gunung tadi yang penuh akan memori? ***

Kebodohan di Situ Gunung

Posisi yang sudah di Bogor usai berbagi inspirasi ke adik-adik Smart Ekselensia tidak membuat saya dan Hanis langsung pulang ke Bekasi begitu saja. Kami lantas melanjutkan perjalanan ke Sukabumi dengan menggunakan Kereta Pangrango yang kebetulan hanya seharga duapuluh lima ribu rupiah. Pemandangan di sepanjang rel yang baru aktif kembali ini menyuguhkan hamparan sawah dan ladang hijau. Arus sungai yang amat deras juga menemani perjalanan yang memakan waktu dua jam ini.

Kejutan Saat Kembali Pulang

Cerita sebelumnya klik di sini :) Jebol Berbekal internet dengan kuota terbatas, akhirnya saya mulai hunting tiket. Saat itu tinggal tersedia tiket kereta yang keberangkatannya dari Jogja untuk esok hari pukul sepuluh pagi. Sementara saya dan yang lainnya masih di Probolinggo dengan waktu yang telah menunjukkan pukul delapan malam. Bermodalkan uang pinjaman dari Bang Cehu, akhirnya saya dan Hanis memesan tiket kereta Bogowonto tujuan Jakarta. Sementara uang yang harusnya digunakan untuk lanjut perjalanan ke Ijen dan Baluran hanya mendekam di dalam dompet untuk jaga-jaga selama di perjalanan pulang. “ Guys, sorry.. Do you know... Where is the hotel or homestay near this place ?” Tiba-tiba dua orang Bule menghampiri kami yang masih berkutat di meja makan. Malas meladeni, saya dan Bang Cehu meluncur ke ATM terdekat untuk melakukan transaksi pembayaran. Sementara si Opin sibuk meladeni Bule dengan keminggrisan yang belepotan. “Kita pulang sekarang.” Ujar saya kepa...

Melepas Lelah di Danau Taman Hidup

Cerita sebelumnya klik di sini :) Ekki Lelah "Jalan masih teramat jauh.." "Mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh." Saya dan Ekki mulai bersenandung lagu Iwan Fals. Merasa bahwa hutan lumut benar-benar tak ada ujungnya. Bahkan Hanis sempat-sempatnya berpikir kalau kami tak dapat keluar dari labirin raksasa ini sebelum hari terang. BRUKKK Hanis terpeleset di trek menurun. Ia yang berusaha menahan carrier 75 liter justru membuat kakinya terkilir. Ia menyerah. Baru kali ini saya melihatnya sefrustasi ini.

Argopuro: Siang Parno Macan, Malam Parno Setan

Cerita sebelumnya klik di sini :) Berkemas Saya merasakan tidur sangat pulas setelah muncak semalam. Sampai nggak bangun-bangun dan tau-tau udah pagi aja. Malas mengingat kejadian ambruk semalam, akhirnya saya duduk di sebelah Hanis yang sudah bangun duluan.   “Selamat dua puluh tahun, Acita.” Ujarnya sambil menggenggam tangan saya. Iya, di rumah, saya dipanggil Acita. “Makasih..”   “Semoga makin dewasa, nggak kayak bocah lagi, nurut sama ibu, cepet lulus kuliah, dapet kerjaan yang enak, bahagia terus...” Tanpa terasa air mata saya telah menggenang. Mendadak kangen ibu. Saya langsung memeluk Hanis yang masih sibuk ngoceh mendoakan saya dengan pesan-pesan baik dan kata-kata mutiara. “Kok nangis...” Lanjutnya. “Kangen ibu. Huhuhu.” Jawab saya terisak.   “Lagian sih, ulang tahun malah kabur.” “Iya tahun depan nggak kabur lagi...” Saya mengatakan janji palsu.   “Heeeh, ini ngapa anak orang lu bikin nangis?” Acrut tiba-tiba b...

Pahit Manis Menuju Puncak Rengganis

Cerita sebelumnya klik di sini :) Menuju Cisentor "Aaaah, rasanya berat ninggalin Cikasur." Saya mengerang sambil melintasi padang rumput yang entah di mana ujungnya. "Sama. Kita nggak boleh semalem lagi, ya, di sana?" Sahut yang lainnya. "Iiiish, lu mah pada nggak kasian sama gue. Kan gue mau ngejar ujian." Sanggah Acrut kemudian. "Aaah, elu mah ujian mulu, Crut. Ujian hidup aja nggak kelar-kelar." Celetuk saya dengan suara agak keras. Yang lainnya tertawa. Kemudian berjalan dengan ritme masing-masing sambil menikmati semilir angin yang semakin sejuk. Namun tiba-tiba, seperti terdengar suara auman entah dari mana. Seketika rumput dan tanah di hadapan saya bergetar. Saya berhenti sejenak, kemudian Hanis memberi kode agar tidak panik dan tetap berjalan. Itu pasti suara meong. Batin saya sambil sok tenang.

Sepenggal Cerita dari Cikasur

Cerita sebelumnya klik di sini :) Pohon Afrika dan Ojek Cikasur Saya terbangun karena bunyi alarm Hanis yang semakin kencang. Sementara yang lainnya belum ada yang bergerak, masih pada mengkerut di sleeping bag masing-masing. Setelah ngulet dan membunyikan semua tulang, saya menyadari kalau semalaman saya tidur mepet ke Hanis. Hanis sampai bikin tendanya doyong. Begitu pula dengan Opin di sisi pojok satunya, tidur mepet tenda sampai-sampai inner tenda menempel dengan outer nya. Saya duduk, Hanis juga duduk. Opin yang latah juga ikut-ikutan duduk sambil menggaruk kepala. Pandangan kami tertuju pada orang yang tidurnya kayak huruf Wau dalam Hijaiyah. Sadar akan terlalu lama dipandang, Acrut akhirnya terbangun. "Lu ngapain pada ngeliatin gue?" Tanya dia bingung sambil membetulkan kerudung."

Perjalanan Panjang Menuju Cikasur

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :) Pagi hari di Pos Mata Air Satu sukses bikin saya nahan pipis sampai agak terang. Semacam ngeri ada yang ngikutin lagi, sampai-sampai saya ngelepehin bawang putih yang habis saya kunyah di tanah bekas saya pipis. Iya, segitunya. Tapi kan, lebih baik mencegah daripada 'ketemu' lagi. Untunglah si Acrut orangnya rajin, ia mengajak saya menyiapkan sarapan. Segala jenis ketakutan akan setan segera sirna seiring datangnya mentari. Menu sarapan pagi itu berupa sosis goreng dan sayur sop. Sementara bakwan jagung kami siapkan untuk bekal di perjalanan menuju Cikasur. "Bro, tembakau mana bro?" Tanya Bang Nana sambil mondar-mandir bawa golok. Gayanya udah kayak mandor tanah. "Ni, bro. Ngelinting sendiri, ya." Ujar Sehu sambil melemparkan bungkusan tembakau. Yang cowok-cowok sibuk ngerokok sambil nunggu masakan matang. Itu juga disambi packing karena rombongan lain sudah mulai jalan. Masakan matang. Usai s...

Pos Mata Air Satu yang Mencekam

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :) Lovieisme \m/ "Pak, kita pamit ya, pak.." Ujar kami sambil bersalaman dengan si Bapak penjaga basecamp Baderan. Saat itu kami naik bertepatan dengan hari Senin, kebayang deh sepinya ni gunung kayak apa. Hari libur aja sepi, apalagi hari kerja. Tapi beruntung ada dua tim dari Jakarta yang sudah naik duluan. Saya merasa tertampar ketika melihat adik-adik berseragam merah putih ini dengan semangatnya baris-berbaris mengikuti upacara. Sementara saya malah bolos kerja.

Kembali ke Jawa Timur

Cerita sebelumnya klik di ~> sini :) Siap tempur. Kembali ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Sebuah stasiun yang dulunya hanyalah tempat untuk menanti kereta, namun kini berubah fungsi menjadi tempat menunggu kepastian. Kepastian bahwa ia tidak akan datang lagi. Kembali ke Stasiun Pasar Turi, Surabaya, teman-teman saya sibuk memesan tiket pulang, beberapa sibuk membeli pulsa. Adapula yang sibuk ngunya brownies yang sengaja dibawa Acrut jauh-jauh dari Jakarta. Sementara saya ketemuan dengan customer t-shirt yang saya jual. Hebat ya service saya, domisili di Bekasi tapi bisa COD -an sampai Surabaya. Terasa enggan berlama-lama di Stasiun Pasar Turi, Surabaya, akhirnya saya menyeret rombongan agar lekas pindah lokasi. Agar path location saya tak lagi di Surabaya. Agar ia yang di Surabaya nggak tahu kalau saya sedang berada di kotanya.

Argopuro Birthday Hiking - The Series

Dua puluh tahun di Rengganis Tanpa persiapan yang matang, tanpa rencana dari jauh-jauh hari, tanpa orang-orang serius. Petualangan ini berjalan begitu saja hanya dengan satu tujuan; nomor telfon saya tidak bisa dihubungi ketika saya ulangtahun. Iya, saya memang aneh. Tiap ulangtahun selalu ngilang . Bagi saya, ulangtahun adalah ritual antara saya dengan Tuhan. Bukan dengan orang-orang yang sibuk merengek traktiran atau iseng mengerjai saya hingga menangis. Tidak seperti itu. Maka petualangan ini pun dimulai. Total kelompok adalah tujuh orang, dengan estimasi waktu pendakian selama tujuh hari. Orang-orang yang menemani saya ke Argopuro ini nggak punya tujuan khusus seperti saya. Mereka cuma ngikut aja, itung-itung menghabiskan libur lebaran. Kenapa Argopuro?

Bertemu Lagi

Aku sampai di bagian bahwa aku telah jatuh cinta. Namun orang itu hanya mampu kugapai sebatas punggungnya saja. - Dee, Rectoverso. Ia mendahului saya untuk ke-sekian kali. Entah merasa bosan karena langkah saya yang begitu lamban, atau memang tak peduli dan lebih memilih meninggalkan saya. Entah. Saya hanya suka memandanginya seperti ini. Melihatnya dari jarak sekian meter, mengamati tingkahnya ketika berjalan, atau sekadar terkikik geli ketika ia yang kadang ceroboh ini tersandung bebatuan.

Tidur 24 Jam di Papandayan

Awal November lalu bertepatan dengan gajian pertama saya di kantor baru. Alih-alih merayakan gaji pertama dengan makan-makan, saya justru langsung mengepack peralatan mendaki dan kamera. Saat itu peralatan seperti tenda, kompor dan nesting sedang tersebar di teman-teman yang mungkin lupa mengembalikan. Beruntung saya memiliki teman seorang rental gear, jadilah saya meminjam kepadanya. Satu buah tenda kapasitas two person , kompor gas dan nesting telah terpacking rapi di carrier milik Hanis. Malam itu, ia sedang tidak enak badan. Namun tidak tega melihat saya yang kebelet naik gunung. Harusnya ada seorang teman lagi yang menemani kami, namun ternyata teman kami ini pemberi harapan palsu. Huft. Cedih. Logistik yang kami beli pun seadanya. Hanya roti tawar, kornet, bakso, mie telor dan puding. Berikut sambal terasi dan bumbu dapur lainnya. Kami sengaja tidak membawa beras karena tak ada satupun dari kami yang bisa memasak nasi. Biasanya, kalau tidak jadi bubur, ya jadi ren...

#SambilJalan, Sambil Berbagi di Hutan

Piknik kali ini saya diundang oleh teman-teman dari Bandung sebagai pembicara untuk workshop menulis. Mereka menamakan acaranya #SambilJalan Vol.2. Lokasinya di Kawasan Konservasi Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi yang termasuk di area tiga kabupaten yaitu Bandung, Garut dan Sumedang. Katanya, sih, hutan ini biasa dipakai teman-teman Wanadri atau yang lagi pada diklat gitu. Wah, berarti saya telat dong, baru tau ada tempat se-keren ini. Dari pintu masuk hutan, kami hanya cukup berjalan sepuluh menit hingga campground . Nggak perlu pakai ngos-ngosan karena trek-nya cukup ramah dan mudah dilalui. Sesampainya di campground , kami mendapatkan kabar baik kalau rumah pohon boleh ditempati. Secara gratis tanpa biaya tambahan. Padahal untuk mengikuti acara ini hanya dikenakan biaya Rp 150.000,- per orang. Sementara untuk sewa rumah pohonnya sendiri bisa 1,5 juta, loh. Betapa beruntungnya kami saat itu. Kawasan Kareumbi Acara pertama setelah makan siang adalah Materi Berkegi...

Papandayan on Travelnatic Magazine August 2014

Link Download: www.travelnatic.com/download

Cibodas dan Hujan di Malam Hari

Saya sendiri bingung kenapa dari kemarin ceritanya sepotong-sepotong. Bukan karena hati saya yang tinggal sepotong, tapi... ah, sudahlah. Jadi gini ceritanya, habis turun dari Puncak Gede di acara Fun Hiking Education kemarin, saya melalui jalur Cibodas sebagai trek turun. Kandang Badak masih basah seperti biasanya. Ndak papa, asal bukan pelupuk mata aja yang basah :" #halah *toyor Agit* Di sepanjang trek turun, saya diguyur hujan. Saya juga sempat ngedrop karena lupa makan dan belum tidur sore. Jadilah menjelang maghrib saya beristirahat cukup lama dan bersandar pada sebatang pohon. Niatnya hanya memejamkan mata barang sebentar, namun apa daya, saya malah ketiduran. Untung saja Hanis siap sedia menemani saya. Sementara anak-anak sudah duluan turun ke Basecamp . Saya dan Hanis turun kemalaman, sekaligus kehujanan. Aura mistis mulai mengiringi langkah kami berdua. "Kok carrier aku berat,  ya?" Tanya Hanis sambil  membetulkan posisi carrier yang digendongny...

Giraffe Journey 3; Antara Gunung Gede dan Merapi

Ketika saya sedang sibuk dengan Event Fun Hiking Education di Gunung Gede, pada tanggal yang sama, Asti sedang melangkahkan kakinya ke Gunung Merapi. Kami terpisah ratusan kilometer, namun raga tetap berada di tempat yang sama, di atas awan. Sebenarnya, saya malas ke Gunung Gede. Begitu pula Asti, ia pun malas jauh-jauh ke Merapi. Banyak faktor yang membuat kami berdua malas melangkah ke ketinggian. Banyak alasan betapa naik gunung bersama banyak orang sungguh tidak mengenakkan. Kami hanya ingin mencari pelarian berdua. Bukan dengan dia dan dia yang lain. Berlari sungguh melelahkan.  Apalagi jika kau berlari hanya untuk menghindari sebuah rasa takut. Takut untuk jatuh cinta. Karena naik gunung berhari-hari dengan lawan jenis, sangat sulit menolak hadirnya benih-benih cinta. Dan yang paling menyebalkan, ketika cinta yang kau percaya sebagai tujuan akhir, ternyata hanyalah sebuah tempat singgah. Sekedar numpang lewat. Turun gunung? Usai sudah. Ah, cinta yang datang t...

Keluarga Kecil di Surya Kencana

Dan, taraaaaaa... Finally, saya ngetik ini pakai komputer kantor sambil diliatin karyawan yang lain :( Iya, laptop saya, si Arjuna, metong bo'! Gara-gara dicolak-colok flashdisk dan memory card jahanam. Sekarang dia nginep di konter Asus selama dua minggu :((( Kenapa Keluarga Kecil ? Karena team saya kecil-kecil! Heuheuheu. Jadi gini, sebelumnya saya sudah pernah membahas Fun Hiking Education di sini >> Now, Women No Cry! Iya, saya terjebak pendakian massal dari Bekasi Summiter dan diberi tugas menjadi Leader Team 3 dengan partner saya seorang pria betawi berhidung mancung dengan nama Hanis . Tail Team 3 Kami berdua diberi beban mengurus lima orang anak perempuan yang bawel dan berisiknya minta ampun. Diantaranya yaitu Raha, Amira, Erlita, Annisa dan Amelia Poki-poki. Sesuai dengan namanya, Amelia Poki-poki adalah yang ter-rempong dan ter-rusuh. Ia memprovokatori teman-temannya untuk memanggil kami berdua dengan sebutan Ayah dan Bunda. What?!!! ...